BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Dewasa ini, sudah tak dapat
dielakkan lagi bahwa minat untuk belajar seseorang akan mudah sekali naik
turun. Agar minat untuk belajar ini senantiasa tetap naik dalam waktu ke waktu,
maka setiap siswa harus memiliki keinginan untuk tetap terus belajar. Agar
keinginan untuk tetap terus belajar itu ada dan semakin meningkat frekuensinya,
maka setiap siswa tentu saja harus memiliki motif-motif tertentu yang
menyebabkan ia harus tetap semangat belajar.
Keseluruhan motif-motif
yang menjadikan seseorang menjadi semangat belajar ini, secara umum
dapat dikatakan sebagai motivasi. Maksud dari motivasi belajar disini
adalah keseluruhan daya penggerak yang
menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan belajar dan memberikan
arah kegiatan belajar, sehingga tujuan dapat tercapai.
Berdasarkan pengertian motivasi tersebut, sudah sangat jelas
bahwa motivasi dalam proses belajar sangat penting. Karena yang dibicarakan
adalah proses belajar, maka manfaat motivasi tidak hanya dirasakan oleh siswa,
namun juga oleh seorang guru. Melalui pengetahuan tentang motivasi, seorang
guru dapat mengetahui dan memahami motivasi belajar siswa di kelas, bahakan
dapat juga membantu sisiwa untuk meningkatkan motivasinya. Mengingat pentingnya
pengetahuan akan motivasi, maka pembahasan mengenai motivasi belajar dirasa
perlu untuk diangkat.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1. Apa
Pengertian Motivasi Belajar?
2. Apa
jenis-Jenis Motivasi Belajar?
3. Bagaimana
Cara Mengukur Motivasi Belajar Siswa?
4. Apa
yang dimaksud dengan peran motivasi?
5. Apa
Peran Guru dalam Memotivasi Siswa?
6. Apa
Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Motivasi Belajar siswa?
7. Ada
Berapa kondisi yang dinilai kondusif
dalam mempengaruhi sikap dan motivasi belajar siswa?
C.
TUJUAN
PENULISAN
Adapun tujuan Penulis dalam membuat
makalah ini, yaitu:
1.
Menuntaskan tugas mata kuliah Belajar dan Pembelajaran
2. untuk memberikan informasi kepada pembaca,
mempersuasi pembaca tentang Motivasi
dalam Pembelajaran.
3.
untuk menghasilkan karya tulis.
D.
MANFAAT PENULISAN
keterampilan menulis dari berbagai
segi dan bidang pekerjaan sangat dibutuhkan oleh seseorang, apalagi bagi
seorang guru. Yang mana hal itu bisa menjadi acuan perkembangan diri yang lebih
baik untuk kedepannya.
BAB II
PEMBAHASAN
Motivasi
Dalam Pembelajaran
A. Hakikat Motivasi Dalam Belajar
1.
Pengertian
Motivasi Belajar
Konsep motivasi di jelaskan oleh
Hull (1943) sebagai dorongan untuk memenuhi atau memuaskan kebutuhan agar tetap
hidup.
Dorongan inilah yang menggerakkan
dan mengarahkan perhatian, perasaan dan perilaku atau kegiatan seseorang.
Sebagai contoh, kebutuhan untuk bebas dari sakit membuat seseorang untuk berobat
kepada seorang dokter. Pengertian ini jelas sekali dipengaruhi oleh prespektif
behaviorisme yang menjelaskan stimulus- respons sebagai faktor penting dalam
perilaku manusia. Prespektif ini dominan selama periode pertengahan 1930 sampai
dengan 1950.
Dalam perkembangan selanjutnya,
pengertian motivasi beralih ke prespektif kognitif. Teori kognitif sudah mulai berkembang
sejak 1958. Teori ini muncul karena rasa tidak puas terhadap ketidakmampuan
prinsip stimulus- respons untuk menjelaskan kompleksitas motivasi manusia
secara memadai.
Teori kognitif
menjelaskan motivasi sebagai fungsi dinamika psikologis perilaku manusia yang lebih
kompleks. Motivasi tidak saja merupakan fungsi pemenuhan kebutuhan, tetapi
dipahami sebagai kerangka pikir yang melibatkan kebutuhan, tujuan, sistem
nilai, persepsi pribadi dan pengalaman. Sebagai contoh, seorang siswa
bersemangat belajar aljabar bukan karena secara pribadi dia senang dengan
kerumitan aljabar, tetapi untuk memenuhi kebutuhan sosial yaitu dianggap cerdas
oleh teman. Sebaliknya, seorang siswa yang lain tidak bersemangat untuk
mempelajari Bahasa Inggris, sebab dari pengalamannya yang lalu belajar Bahasa
Inggris tidak membuat dia lebih pandai berbahasa Inggris.
2. Jenis- Jenis Motivasi
Motivasi dibedakan menjadi dua
yaitu:
a. Motivasi
Intrinsik
Motivasi intrinsik ditandai dengan
dorongan yang berasal dari dalam diri siswa untuk berperilaku tertentu. Sebagai
contoh, siswa berinisiatif sendiri untuk mempelajari Bahasa Inggris karena rasa
senang belajar bahasa. Tanpa harus ada penugasan dari orang lain (guru) dia
berusaha mencari sumber yang dapat digunakan untuk belajar.
b. Motivasi
Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik sangat
dipengaruhi oleh faktor dari luar siswa. Misalnya siswa belajar Bahasa Inggris
karena kuatir mendapat nilai yang buruk sehingga mempengaruhi kenaikan kelas,
atau kuatir di anggap bodoh oleh temannya yang lain.
Guru biasanya
mengharapkan yang ideal yaitu siswa akan termotivasi secara intrisik, karena
jenis motivasi ini lebih bersifat konstan atau permanen dibandigkan dengan
motivasi ekstrinsik. Namun pada kenyataannya kedua jenis motivasi ini muncul
pada siswa yang sama, hanya kecenderungannya berbeda. Seorang siswa mungkin
cenderung lebih termotivasi secara intrinsik untuk suatu pelajaran tertentu,
tetapi tidak untuk mata pelajaran yang lain.
Dalam proses pembelajaran, guru
perlu berusaha mencari strategi yang tepat untuk dapat membantu siswa belajar
apapun kecenderungan jenis motivasi yang mendorongnya belajar.
3.
Mengukur
Motivasi Belajar Siswa
Guru perlu
mengetahui dengan lebih jelas interaksi antara tingkat motivasi siswa dengan
pembelajaran supaya dapat melakukan intervensi pengajaran yang tepat dalam
proses pembelajaran. Hal ini dapat dilakukan berdasarkan beberapa temuan
mengenai hubungan antara motiervasi dan hasil belajar.
Dari berbagai penelitian mengenai
motivasi belajar ditemukan kesimpulan sebagai berikut:
a.
Terdapat hubungan antara tingkat
motivasi siswa dan hasil belajar, baik terhadap hasil belajar pada suatu waktu
tertentu (Suciati, 1990), maupun terhadap hasil belajar selanjutnya (Meece
& Blumenfeld, 1987). Tingkat motivasi belajar cenderung berkolerasi positif
dengan hasil belajar, artinya semakin kuat/tinggi tingkat motivasi belajar,
semakin baik hasil belajar siswa. Demikian pula hasil belajar yang baik
nampaknya juga berpengaruh terhadap hasil belajar berikutnya. Hal ini terjadi
karena hasil belajar yang baik akan membuahkan motivasi yang lebih kuat pula
dalam diri siswa, yang akan mempengaruhi hasil belajar selanjutnya.
b.
Terdapat interaksi antara cara mengajar
guru dengan pola motivasi siswa, yang selanjutnya berpengaruh pula pada hasil
belajar (Meece & Blumenfeld, 1987). Cara guru mengajar yang menarik,
menantang siswa berpikir dan berperan aktif akan memengaruhi motivasi siswa
secara positif. Sebaliknya, apabila guru tidak bersemangat, tidak kreatif dalam
mengajar, atau bahkan cenderung membosankan, maka tingkat motivasi siswa akan
menjadi rendah.
c.
Guru dapat mengubah (meningkatkan)
motivasi belajar siswa (Ames & Archer, 1987), dengan pengertian guru
dapat melakukan tindakan tertentu di
dalam kelas untuk menigkatkan motivasi belajar siswa. Dari mengamati kegiatan
anak, kita dapat melihat bahwa pada waktu masih kanak- kanak, seseorang
cenderung melakukan kegiatan secara wajar karena dorongan intrinsik. Seorang
anak kecil selama berjam- jam asyik mewarnai buku gambar tanpa berpikir apakah
akan mendapat hadiah atau tidak. Dia hanya menuruti dorongan hatinya yang
menyenangi warna dan hasil pewarnaan yang sesuai dengan daya imajinasinya.
Semakin besar seorang anak, perkembangan yang terjadi justru menjadi tidak
ideal, yakni cenderung melakukan tugas dari guru sekedar untuk menyenagkan guru
dan mendapatkan niali yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa jenis motivasi dan
tingkat motivasi dalam diri siswa dapat berubah. Guru juga dapat mengubah
intensitas motivasi siswa melalui kegiatan kelas, pemberian tugas, cara
penilaian hasil belajar siswa, dan sebagainya.
Ketika mengukur
tingkat motivasi siswa, pertanyaan yang muncul adalah apakah motivasi merupakan
konsep tunggal atau multikonsep. Dalam penelitian yang dilakukan, beberapa
pendidik menganggapa motivasi sebagai konsep tunggal. Sebagai contoh, Brophy
dan Merrick, (1997) menganggap “motivasi intrinsik” sebagai konsep tunggal.
Peneliti yang lain berpendapat motivasi intrinsik merupakan multikonsep, yang
dapat di ukur dari “minat terhadap bidang studi”. “persepsi diri siswa”, “ketahanan
belajar”, dan sebagainya. Pada umunya pendidik membuat pembedaan yang jelas
antara motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik, meskipun kedua jenis
motivasi ini dianggap sebagai bagian dari suatu garis kontinum motivasi. Dalam
diri siswa sebagai indikator pengukur ini sering overlap, dan hal ini semakin
membuat rumit tugas guru untuk dapat melakukan intervensi yang efektif terhadap
motivasi siswa.
Ada pendapat
yang menganggap motivasi murni bersifat afektif, lebih berkaitan dengan
perasaan seseorang. Sebagaimana disebutkan pada bagian sebelumnya, motivasi
dijelaskan sebagai fungsi energi atau yang dihasilkan atau diakibatkan oleh dorongan
emosi atau kebutuhan dalam diri seseorang. Perilaku dihasilkan oleh motif yang
muncul dari emosi dan keinginan untuk memenuhi atau memuaskan kebutuhan.
Di samping itu
muncul pendapat yang melihat motivasi lebih bersifat kognitif, atau berkenaan
dengan pemahaman atau pengetahuan seseorang. Seperti dijelaskan oleh Ames dan
Archer (1987) mengubah motivasi berarti mengubah cara berpikir siswa,
membuatnya memahami pentingnya tujuan pembelajaran, melihat proses dan hasil
pembelajaran dengan cara berbeda. Dengan pemahaman ini maka siswa akan
termotivasi untuk berbuat lebih baik.
Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa nampaknya motivasi untuk belajar mencakup aspek afektif
dan kognitif. Guru tidak dapat mengabaikan tanda- tanda efektif yang muncul
pada siswa dalam proses pembelajaran, dan justru sebaliknya guru dapat mengubah
cara berpikir atau cara pandang terhadap pembelajaran untuk membuat siswa
menjadi termotivasi belajarnya.
Peran
Motivasi dalam Proses Pembelajaran
A.
Peran Motivasi
Motivasi belajar adalah
unsure yang penting yang menentukan apakah siswa akan terlibat aktif dalam
proses pembelajaran ataukah bersikap pasif (tidak pedulu). Di dalam ruang kelas
yang terdapat banyak siswa, guru terkadang merasa kesulitan untuk memotivasi
siswa karena keterbatasan waktu, kebutuhan emosional setiap siswa yang perlu
diperhatikan guru, tuntutan kualitas hasil kerja dari pimpinan (kepala sekolah)
dan orang tua.
Guru sering merasa
harus berpacu dengan waktu untuk dapat menyelesaikan semua materi dalam silabus
atau kurikulum yang digunakan, sehingga perhatian kepada siswa menjadi
terbatas. Supaya proses belajar efektif
diperlukan tingkat motivasi yang cukup kuat. Intensitas motivasi yang terlalu
rendah membuat usaha siswa menjadi minimal, siswa bersikap apatis, tidah acuh
dan tidak bertanggung jawab. Pada tingkat yang memadai, lebih membantu siswa
untuk belajar maksimal. Sedangkan motivasi yang terlalu kuat menghasilkan
ketegangan dalam diri siswa sehingga justru menghambat usaha dalam belajar.
Siswa bisa tiba-tiba lupa dengan apa yang sudah dipelajari.
B. Peran Guru dalam Memotivasi Siswa
Usaha
membantu siswa menggunakan seluruh potensinya untuk mencapai aktualisasi diri
yang maksimal merupakan tugas dan tanggung jawab utama guru. Ketika melihat
siswa bosan, guru harus melaksanakan pembelajaran yang bervariasi, dan dapat
pula memberikan tantangan baru kepada siswa yang kelebihan energy. Guru harus
dapat membuat keseimbangan antara materi pelajaran yang mudah dan sulit agar
siswa tidak menjadi bosan dan frustasi, dan hal ini dilakukan sekaligus
terhadap 30 siswa atau lebih dalam kelas. Mengingat variasi latar belakang
siswa, pendekatan yang paling memberikan dampak jangka panjang bagi siswa adalah menggunakan pendekatan
individual.
C.
Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Motivasi Belajar
a.
Teori Kebutuhan Maslow
Teori ini dikemukanan
oleh Maslow (1954). Dia mengemukakan bahwa kebutuhan Maslow tersusun dalam
bentuk hierarki, dari 5 tingkat. Kebutuhan tingkat rendah harus lebih dahulu
dipenuhi sebelum kebutuhan pada tingkat yang atas berfungsi.
1. Kebutuhan
Fisik, seperti cukup sandang, pangan dan papan. Siswa yang lapar, kedinginan
karena tidak punya sepatu, dan belajar dikelas yang panas atau gelap tidak
dapat membantu motivasi siswa untuk belajar.
2. Kebutuhan rasa aman, yaitu rasa aman dari
kegelisahan, ancaman, dapat disebabkan oleh rasa kuatir siswa akan dinilai
jelek oleh guru dan teman-temannya. Guru dapat membantu siswa dengan
memberitahu apa yang diharapkan dapat dilakukan siswa dan criteria apa yang
dipergunakan untuk menilai siswa sebelum melaksanakan suatu kegiatan. Informasi
seperti itu dapat mengurangi kecemasan siswa.
3. Kebutuhan
menjadi bagian suatu kelompok, maksudnya kebutuhan untuk saling memberi serta
menerima perhatian dan penghargaan. Guru dapat menunjukkan keramahan kepada
siswa, tetapi jangan berlebihan, atau dapat menugaskan siswa belajar dalam
kelompok untuk dapat memenuhi kebutuhan ini.
4. Kebutuhan dihargai, maksudnya siswa ingin
diakui berdasarkan kemampuan dan kualitas dirinya. Guru dapat memberikan tugas
kepada siswa sesuai tingkat pemahamannya dan menantang mereka untuk mengembangkan
pemahamannya lebih jauh. Guru juga perlu memberikan balikan kepada siswa agar
dirinya dapat menilai kemajuannya.
5. Kebutuhan
aktualisasi diri, adalah kebutuhan tertinggi dimana seseorang mempunyai
keinginan untuk mengembangkan diri semaksimal mungkin. Hal ini terlihat dari
minatnya untuk mempelajari hal-hal baru. Bila seseorang dimotivasi oleh
kebutuhan ini, dia akan bersikap mandiri dalam usahanya. Sebagai dukungan, guru
dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih bebas memilih hal-hal baru
yang ingin dipelajari.
b. Kebutuhan untuk Berprestasi
Kebutuhan
untuk berprestasi banyak diulas oleh Mc. Clelland (1965). Ada sikap-sikap
tertentu yang membedakan seseorang yang memiliki kebutuhan tinggi untuk
berprestasi dengan yang rendah. Diantaranya siswa dengan kebutuhan berprestasi
tinggi cenderung mempunyai ketahanan (persistence) yang tinggi dalam melakukan
tugas, tidak cepat menyerah. Mereka cenderung mempunyai hasil kerja yang baik
meski tidak ditunggui atau diawasi oleh guru. Dalam hal bersosialisasi dengan
teman, pertemanan lebih didasarkan pada kemampuan yang dimiliki teman lain daripada keramahan atau
rasa senang.
c. Teori Atribusi
Sebagaimana dikemukakan oleh Weiner
(1972) seseorang akan melakukan suatu perilaku berprestasi bukan saja dipengaruhi
oleh pemahaman tentang kualitas tujuan yang akan dicapai, tetapi juga oleh
bagaimana individu tersebut memandang penyebab keberhasilan. Faktor ini
dikaitkan dengan konsep locus of control. Ada 2 faktor, yaitu internal
(mengangap faktor dari diri sendiri sebagai penentu keberhasilan) dan faktor
eksternal (menganggap keberhasilan ditentukan oleh faktor di luar diri sendiri
seperti keberuntungan). Jika seorang guru menilai hasil pekerjaan siswa
berdasarkan rasa senang atau tidak senang, menggunakan pertanyaan di luar
materi yang diajarkan, atau menilai dengan cara yang tidak konsisten, dapat
mengubah siswa yang internal menjadi eksternal.
d. Model ARCS
Berdasarkan teori expectancy-value,
Keller (1987) mengidentifikasikan 4 indikator pembelajaran yang berpengaruh
terhasap motivasi belajar, kemudian disingkat menjadi ARSC:
-
A (Attention / perhatian), sebaik apapun persiapan mengajar guru, bila siswa
tidak memberikan perhatian, proses belajar tidak akan berjalan. Untuk dapat
menarik perhatian siswa, guru harus menyajikan sesuatu yang baru atau tidak
lazim, misalnya dengan mengajukan pertanyaan yang ingin dipecahkan, menggunakan
media, melakukan atraksi, dll.
-R
(Relevance / kegunaan), guru dituntut untuk mengaitkan pembelajaran dengan
kebutuhan, minat dan motif belajar siswa. Dapat
dilakukan dengan menjelaskan tujuan pembelajaran kepada siswa, sehingga siswa
dapat mengetahui bahwa pelajaran yang akan disampaikan dapat bermanfaat dalam
kehidupannya.
-C
(Confidence / rasa percaya diri), untuk memunculkan rasa percaya diri siswa,
guru dapat menjelaskan criteria penilaian untuk tugas-tugas, memberikan contoh
hasil pekerjaan yang dianggap bagus dari tahun-tahun sebelumnya.
-S
( Satisfaction / kepuasan), memberikan kepuasan kepada siswa dapat dilakukan
dengan cara memberi penghargaan apabila siswa berhasil menguasai suatu
keterampilan dengan baik, missal nilai bagus. Tetapi apabila guru terlalu
menekankan pada penghargaan yang diberikan, apabila penghargaan tidak lagi
diberikan, maka dapat membuat motivasi belajar siswa hilang. Yang perlu lebih
ditekankan adalah pentingnya pencapaian tujuan belajar, sebab itulah hal yang
utama.
Lingkungan
Belajar yang Memotivasi Proses Belajar Siswa
Ada
3 kondisi yang dinilai kondusif dalam mempengaruhi sikap dan motivasi belajar
siswa yaitu:
a.
Siswa
Mandiri Untuk Mengatur Belajarnya (Self Regulate)
Yang perlu dilakukan adalah sejauh
mungkin membantu siswa dalam mengatur meregulasi sendiri belajarnya. Usaha ini
didasarkan pada sumber bahwa:
1.
Belajar Mandiri memandang siswa sebagai
para manajer dan pemilik tanggung jawab dari proses pelajaran mereka sendiri.
Belajar Mandiri mengintegrasikan self-management (manajemen konteks, menentukan
setting, sumber daya, dan tindakan) dengan self-monitoring (siswa memonitor,
mengevaluasi dan mengatur strategi belajarnya) menurut
Bolhuis; Garrison.
2.
Peran kemauan dan motivasi dalam Belajar
Mandiri sangat penting di dalam memulai dan memelihara usaha siswa. Motivasi
memandu dalam mengambil keputusan, dan kemauan menopang kehendak untuk
menyelami suatu tugas sedemikian sehingga tujuan dapat dicapai (Corno;
Garrison).
3.
Di dalam belajar mandiri, kendali secara
berangsur-angsur bergeser dari para guru ke siswa. Siswa mempunyai banyak
kebebasan untuk memutuskan pelajaran apa dan tujuan apa yang hendak dicapai dan
bermanfaat baginya (Lyman; Morrow, Sharkey, & Firestone).
4.
Belajar Mandiri “ironisnya” justru
sangat kolaboratif. Siswa bekerja sama dengan para guru dan siswa lainnya di
dalam kelas (Bolhuis; Corno; Leal).
5.
Belajar Mandiri mengembangkan pengetahuan yang
lebih spesifik seperti halnya kemampuan untuk mentransfer pengetahuan
konseptual ke situasi baru. Upaya untuk menghilangkan pemisah antara
pengetahuan di sekolah dengan permasalahan hidup sehari-hari di dunia nyata
(Bolhuis; Temple & Rodero).
b.
Kerja
Sama Antar Siswa Dalam Proses Pembelajaran (Cooperative Learning)
Model pembelajaran cooperative learning adalah salah satu model
pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai subjek pembelajaran (student
oriented). Dengan suasana kelas yang demokratis, yang saling membelajarkan
memberi kesempatan peluang lebih besar dalam memberdayakan potensi siswa secara
maksimal. Metode pembelajaran kooperatif learning mempunyai manfaat-manfaat
yang positif apabila diterapkan di ruang kelas. Beberapa keuntungannya antara
lain: mengajarkan siswa menjadi percaya pada guru, kemampuan untuk berfikir,
mencari informasi dari sumber lain dan belajar dari siswa lain; mendorong siswa
untuk mengungkapkan idenya secara verbal dan membandingkan dengan ide temannya;
dan membantu siswa belajar menghormati siswa yang pintar dan siswa yang lemah,
juga menerima perbedaan
ini.
c.
Keterlibatan
Orang Tua Dalam Belajar
Orang tua merupakan pengaruh terbesar
bagi anak-anak, mereka adalah pendidik utama. Orang tua selalu menginginkan
yang terbaik bagi anak- anaknya. menginginkan anak-anaknya sukses, menjadi anak
yang shaleh, serta menjadi warga masyarakat yang produktif. Oleh karena itu,
keluarga harus dipandang sebagai mitra yang memiliki peranan penting bagi
proses pendidikan anak, harus dilibatkan dalam memberikan pengalaman belajar.
Komunikasi
yang baik antara guru dan orang tua merupakan komponen yang penting dalam
menunjang keberhasilan proses belajar. Keuntungan peran orang tua bagi anak
antara lain:
a.
Meningkatkan
konsep diri yang positif, karena anak dapat menunjukkan keberadaan orang tuanya
dihadapan guru dan teman-temannya
b.
Anak
akan memperoleh po!a didik yang berimbang ketika di sekolah dan di rumah
c.
Perkembangan
anak dapat terpantau dengan baik oleh guru maupun orang tua, sehingga dapat
dikembangkan seoptimal mungkin
Bentuk
ketertibatan orang tua murid dalam proses pembelajaran di rumah antara lain
berupa:
a. mengontrol perkembangan belajar anak
dengan selalu bertanya dalam menyelesaikan tugas tentang aktivitas belajar
sekolah hari ini atau mendampingi di rumah
b. menanda tangani agenda murid, tugas,
dan PR yang diselesaikan di rumah
c. menyediakan sumber belajar yang
memadai bagi anak
d. menyediakan ruang/ tempat belajar
yang representatif
e. memastikan diri memiliki nomor
telepon sekolah. wali kelas, guru khusus, dan nomor telepon lain yang
bermanfaat untuk kecepatan komunikasi tentang kegiatan sekolah
BAB
III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Motivasi memegang peranan yang penting dalam proses belajar.
Apabila guru dan orang tua dapat memberikan motivasi yang baik pada siswa atau
anaknya, maka dalam diri siswa atau anak akan timbul dorongan dan hasrat untuk
belajar lebih baik. Memberikan motivasi yang baik dan sesuai, maka anak dapat
menyadari akan manfaat belajar dan tujuan yang hendak dicapai dengan belajar
tersebut. Motivasi belajar juga diharapkan mampu menggugah semangat belajar,
terutama bagi para siswa yang malas belajar sebagai akibat pengaruh negative dari
luar diri siswa. Berdasarkan definisi-definisi para ahli, maka motivasi belajar
adalah dorongan atau hasrat kemauan untuk melaksanakan kegiatan belajar dalam
rangka mencapai tujuan.
Seorang Guru hanya sebagai fasilitator, motivator dan
inspirator dari proses kegiatan belajar mengajar di kelas, sehingga semua
kualitas dari dalam diri anak-anak didiknya, akan terbuka. Semua kreativitas
terletak di dalam diri anak-anak didik, karena anak-anak didik kita memiliki
jiwa di mana terletak sumber dari segala potensi-potensinya. Karena
ketidaktahuannyalah maka kita sebagai seorang guru adalah pemandu spiritual
untuk membantu memberikan pengetahuan kepada jiwa anak-anak didik kita.
Keterlibatan jiwa seorang murid dalam suatu kegiatan belajar mengajar, akan
memberikan motivasi kuat kepada mereka. Anak-anak didik kita akan merasa
dirinya berharga untuk melakukan sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin.
B.
SARAN
Untuk terjadinya proses belajar
yang optimal, diharapkan siswa akan mampu meraih prestasi yang tinggi. Untuk itu,
selain senantiasa menyempurnakan sistem pengajarannya, disekolah juga
mengupayakan terjadinya motivasi belajar. Seperti yang telah kami sampaikan
dalam uraian makalah kami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar